Rabu, 27 November 2013

Hadits Shahih Sumber Hukum Syari'at, Bukan Hadits Dha'if

,
بسم الله الرحمن الرحيم




Selain bertopang pada al-Quran, hukum yang ditetapkan dalam agama Islam haruslah berlandaskan hadits shahih, bukan hadits dha'if. Allah Ta'ala telah mengistimewakan agama ini dengan adanya sanad (jalur periwayatan) hadits. Sanad merupakan penopang agama. Oleh karena itu, hadits shahih wajib diamalkan, adapun hadits dha'if, wajib ditinggalkan. Seorang muslim tidak diperkenankan untuk menetapkan suatu hukum dari sebuah hadits, kecuali sebelumnya dia telah meneliti, apakah sanad hadits tersebut shahih ataukah tidak?

Abdullah bin Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata,

سالت ابي عن الرجل يكون عنده الكتب المصنفة فيها قول رسول الله صلى الله عليه و سلم – والصحابة والتابعين وليس للرجل بصر بالحديث الضعيف المتروك ولا الاسناد القوي من الضعيف فيجور ان يعمل بما شاء ويتخير منها فيفتى به ويعمل به قال لا يعمل حتى يسأل ما يؤخذ به منها فيكون يعمل على امر صحيح يسال عن ذلك اهل العلم

"Saya bertanya kepada ayahku (Imam Ahmad) mengenai seorang yang memiliki berbagai kitab yang memuat sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, perkataan para sahabat, dan tabi'in. Namun, dia tidak mampu untuk mengetahui hadits yang lemah, tidak pula mampu membedakan sanad hadits yang shahih dengan sanad yang lemah. Apakah dia boleh mengamalkan dan memilih hadits dalam kitab-kitab tersebut semaunya, dan berfatwa dengannya? Ayahku menjawab, 'Dia tidak boleh mengamalkannya sampai dia bertanya hadits mana saja yang boleh diamalkan dari kitab-kitab tersebut, sehingga dia beramal dengan landasan yang tepat, dan (hendaknya) dia bertanya kepada ulama mengenai hal tersebut.'" (I'lam a-Muwaqqi'in 4/206).

Imam Muslim rahimahullah berkata, "Ketahuilah, -semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu-, bahwa seluk beluk hadits dan pengetahuan terhadap hadits yang shahih dan cacat hanya menjadi spesialisasi bagi para ahli hadits. Hal itu dikarenakan mereka adalah pribadi yang menghafal seluruh periwayatan para rawi yang sangat mengilmui jalur periwayatan. Sehingga, pondasi yang menjadi landasan beragama mereka adalah hadits dan atsar yang dinukil (secara turun temurun) dari masa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hingga masa kita sekarang." (at-Tamyiz hal. 218).

Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah berkata,

فأما الأئمة وفقهاء أهل الحديث فإنهم يتبعون الحديث الصحيح حيث كان

"Para imam dan ulama hadits hanya mengikuti hadits yang shahih saja."  
(Fadl Ilmi as-Salaf hal. 57)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

لا يجوز أن يعتمد فى الشريعة على الأحاديث الضعيفة التى ليست صحيحة ولا حسنة

"Syari'at ini tidak boleh bertopang pada hadits-hadits lemah yang tidak berkategori shahih (valid berasal dari Nabi) dan hasan."
(Majmu' al-Fatawa 1/250)

Al-Anshari rahimahullah berkata, "Seorang yang ingin berdalil dengan suatu hadits yang terdapat dalam kitab Sunan dan Musnad, (maka dia berada dalam dua kondisi). Jika dia seorang yang mampu untuk mengetahui (kandungan) hadits yang akan dijadikan dalil, maka dia tidak boleh berdalil dengannya hingga dia meneliti ketersambungan sanad hadits tersebut (hingga Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam) dan kapabilitas para perawinya. Jika dia tidak mampu, maka dia boleh berdalil dengannya apabila menemui salah seorang imam yang menilai hadits tersebut berderajat shahih atau hasan. Jika tidak menemui seorang imam yang menshahihkan hadits tersebut, maka dia tidak boleh berdalil dengan hadits tersebut." (Fath al-Baqi fi Syarh Alfiyah al-'Iraqi).
 
----------
 
Diterjemahkan dari Ushul Fiqh 'ala Manhaj Ahli al-Hadits hal. 9-10, karya Zakariya bin Ghulam Qadir al-Bakistani.

Gedong Kuning, Yogyakarta, 5 Rabi' ats-Tsani 1431.
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim
 


- sumber -
muslim.or.id
Read more →

Selasa, 26 November 2013

Olahraga Juga Bisa Jadi Ibadah

,
بسم الله الرحمن الرحيم




Pola hidup di zaman modern ini kurang baik untuk kesehatan mulai dair makanan junk food dan siap saji yang identik dengan pengawet dan pemanis buatan, kemudian tekanan dan stresor kerja yang menuntut kerja keras, lembur, cepat dan dinamis. Kemudian pola pikir yang menuntut harus berhasil, hasil yang cepat dan mudah putus asa.

Beberapa faktor tersebut menggeser panyakit akibat degeneratif dan penuaan menjadi penyakit akibat pola hidup seperti tekanan darah tinggi, diabetes, kanker ganas sampai penyakit aneh yang belum pernah ada sebelumnya.

Jadi, Olahraga bagi masyarakat di zaman modern cukup penting, karena olahraga seperti sudah kita ketahui bersama sangat banyak manfaatnya, dari melancarkan peredaran darah, menguatkan fungsi organ utama terutama jantung dan paru-paru, serta saat berolahraga kita mengeluarkan hormon endorphin, yaitu hormon antistress.

Menjaga kesehatan adalah anjuran agama

Dan menjaga kesehatan agar menjadi mukmin yang kuat fisik dan imannya adalah anjuran agama Islam.

عن رفاعة بن رافع قَالَ : (( قَامَ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ عَلَى الْمِنْبَرِ ثُمَّ بَكَى فَقَالَ : قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الأَوَّلِ عَلَى الْمِنْبَرِ ثُمَّ بَكَى فَقَالَ : “اسْأَلُوا اللَّهَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فَإِنَّ أَحَدًا لَمْ يُعْطَ بَعْدَ الْيَقِينِ خَيْرًا مِنْ الْعَافِيَةِ” ))

Dari Rifa'ah bin Rafi' berkata, "Abu Bakar ash-Shiddiq berdiri di atas mimbar lalu menangis. Kemudian ia berkata: 'Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada tahun pertama hijrah berdiri di atas mimbar, lalu menangis, dan bersabda: "Hendaklah kalian memohon kepada Allah ampunan dan keselamatan/kesehatan. Setelah dikaruniai keyakinan (iman), sesungguhnya seorang hamba tidak diberi karunia yang lebih baik daripada keselamatan/kesehatan."[1]

Yang dimaksud dengan [الْعَافِيَةِ] "afiyah" adalah keselamatan dunia-akhirat, keselamatan dunia yaitu selamat dari penyakit dengan kata lain adalah kesehatan.

Olahraganya orang desa dan ulama

Sebaiknya jangan kita beralasan dengan orang desa yang jarang berolahraga, tetapi aktifitas mereka sudah berolaharaga, seperti berkuda, mengangkat barang dan aktifitas keseharian yang tidak dimanja dengan remote control atau kendaraan mewah.

Begitu juga jangan beralasan dengan ulama atau para ustadz yang sibuk berdakwah sehingga kesannya tidak sempat berolahraga. Tapi ternyata ada juga ulama dan ustadz yang hobi berolahraga. Akan tetapi mereka yang dekat dengan Rabb-nya, menjaga kesehatan dengan sebab syar'i yaitu mereka umumnya bisa lebih menjaga tubuh mereka dari maksiat maka Allah menjaga tubuh mereka dari penyakit dan kelemahan. Sebagaimana hadits,

احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ

"Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu."[2]

Maka salah satu bentuk penjagaan Allah, jika kita menjaga diri dari maksiat kepada-Nya adalah penjagaan kesehatan.

Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah berkata menjelaskan hadits ini,

كان بعض العلماء قد جاوز المائة سنة وهو ممتع بقوته وعقله، فوثب يوما وثبة شديدة، فعوتب في ذلك، فقال: هذه جوارح حفظناها عن المعاصي في الصغر، فحفظها الله علينا في الكبر. وعكس هذا أن بعض السلف رأى شيخا يسأل الناس فقال: إن هذا ضعيف ضيع الله في صغره، فضيعه الله في كبره

"Sebagian ulama ada yang sudah berusia di atas 100 tahun. Namun ketika itu, mereka masih diberi kekuatan dan kecerdasan. Ada seorang ulama yang pernah melompat dengan lompatan yang sangat jauh. Kemudian ia diperingati dengan lembut. maka Ulama tersebut mengatakan,
 'Anggota badan ini selalu aku jaga dari berbuat maksiat ketika aku muda. maka, Allah menjaga anggota badanku ketika waktu tuaku.'
Namun sebaliknya, ada yang melihat seorang sudah jompo dan biasa mengemis pada manusia. Maka ia berkata,
'Ini adalah orang lemah yang selalu melalaikan hak Allah di waktu mudanya, maka Allah pun melalaikan dirinya di waktu tuanya.'"[3]

Pola olahraga yang benar dan yang salah

Olahraga sebaiknya dilakukan dengan rutin dan teratur. Teori idealnya olahraga 3-4 kali seminggu selama 30 menit. Namun ini bukan sesuatu yang mutlak, yang bagus adalah yang teratur dan istiqamah. Sebagaimana jika beramal juga harus istiqamah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang terus-menerus [istiqomah] walaupun itu sedikit.”[4]

Dan pola yang salah adalah misalnya olahraga hari ini, tiga hari kemudian olahraga, kemudian 2 minggu lagi olaharaga kemudian satu bulan lagi olahraga dan tiga hari lagi olahraga. Artinya tidak teratur waktunya. Ini kurang baik bagi tubuh.

Malas berolahraga?

Memang pola hidup yang kurang baik tidak akan terasa dampaknya ketika masih muda, akan tetapi dampak pola hidup tersebut baru terasa mulai menginjak usia tua. Bisa berupa kelemahan atau penyakit. Sehingga membuat orang semakin agak malas berolahraga. Mungkin dengan sering-sering membaca doa ini, Insya Allah akan bermanfaat, sesuai dengan pembahasan kita,

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian).”[5]

Olahraga bisa menjadi ibadah

Tidak hanya olahraga pada hakikatnya semua yang kita lakukan bisa menjadi ibadah, bahkan hal-hal yang mubah bisa menjadi ibadah dengan niat yang baik. Sebagaimana kaidah,

الوسائل لها أحكام المقاصد

"wasilah/sarana sesuai dengan hukum tujuannya"

Dan memang ibadahlah tujuan kita hidup di dunia, sebagaimana Firman Allah Ta'ala,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ

"Dan aku tidak menciptakan jin & manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (adz-Dzaariyaat: 56)


Demikian semoga bermanfaat
@Perum PTSC, Cileungsi, Bogor , 6 Syawwal 1434 H
penyusun:  dr. Raehanul Bahraen


[1] HR. Tirmidzi no. 3481, al-Hakim, dan Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh al-Hakim dan al-Albani
[2] HR. Tirmidzi no. 2516 dan Ahmad 1/303. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[3] Jaami'ul 'Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab al-Hanbali, hal. 249, Darul Aqidah, cet. Ke-1, 142 H
[4] HR. Muslim no. 783
[5] HR. Bukhari no. 6367 dan Muslim no. 2706



 - sumber -
http://muslimafiyah.com/olahraga-juga-bisa-jadi-ibadah.html (dengan sedikit pengeditan-)
Read more →

Jumat, 15 November 2013

Kisah Nabi Ismail 'Alaihissalam (Bag. 2)

,
بسم الله الرحمن الرحيم




Oleh: Marwan bin Musa
 

Kemudian Nabi Ismail semakin dewasa, ia pun menikah dengan seorang wanita yang tinggal di sekitar sumur Zamzam. Tidak lama kemudian ibu Ismail; Hajar meninggal dunia.

Di kemudian hari Ibrahim datang setelah Ismail menikah untuk mengetahui kabarnya, namun dia tidak menemukan Ismail. Ibrahim bertanya tentang Ismail kepada istri Ismail. Istrinya menjawab, "Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami." Lalu Ibrahim bertanya tentang kehidupan dan keadaan mereka. Istri Ismail menjawab, "Kami mengalami banyak keburukan, hidup kami sempit dan penuh penderitaan yang berat." Istri Ismail mengadukan kehidupan yang dijalaninya bersama suaminya kepada Ibrahim. Ibrahim berkata, "Nanti apabila suami kamu datang sampaikan salam dariku dan katakan kepadanya agar mengubah palang pintu rumahnya."

Ketika Ismail datang dia merasakan sesuatu lalu dia bertanya kepada istrinya; "Apakah ada orang yang datang kepadamu?" Istrinya menjawab, "Ya. Tadi ada orang tua begini dan begitu keadaannya datang kepada kami dan dia menanyakan kamu lalu aku terangkan dan dia bertanya kepadaku tentang keadaan kehidupan kita maka aku terangkan bahwa aku hidup dalam kepayahan dan penderitaan." Ismail bertanya, "Apakah orang itu memberi pesan kepadamu tentang sesuatu?" Istrinya menjawab, "Ya. Dia memerintahkan aku agar aku menyampaikan salam darinya kepadamu dan berpesan agar kamu mengubah palang pintu rumahmu." Ismail berkata, "Dialah ayahku dan sungguh dia telah memerintahkan aku untuk menceraikan kamu, maka kembalilah kamu kepada keluargamu." Maka Ismail menceraikan istrinya.

Kemudian Ismail menikah lagi dengan seorang wanita lain dari kalangan penduduk yang tinggal di sekitar itu lalu Ibrahim pergi lagi meninggalkan mereka dalam kurun waktu yang dikehendaki Allah. Setelah itu, Ibrahim datang kembali untuk menemui mereka namun dia tidak mendapatkan Ismail hingga akhirnya dia mendatangi istri Ismail lalu bertanya kepadanya tentang Ismail. Istrinya menjawab, "Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami." Lalu Ibrahim bertanya lagi, "Bagaimana keadaan kalian?" Dia bertanya kepada istrinya Ismail tentang kehidupan dan keadaan hidup mereka. Istrinya menjawab, "Kami selalu dalam keadaan baik-baik saja dan cukup." Istri Ismail juga memuji Allah. Ibrahim bertanya, "Apa makanan kalian?" Istri Ismail menjawab, "Daging." Ibrahim bertanya lagi, "Apa minuman kalian?" Istri Ismail menjawab, "Air." Maka Ibrahim berdoa, "Ya Allah, berkahilah mereka dalam daging dan air mereka."

Ibrahim selanjutnya berkata, "Jika nanti suamimu datang, sampaikan salam dariku kepadanya dan perintahkanlah dia agar memperkokoh palang pintu rumahnya." Ketika Ismail datang, dia berkata, "Apakah ada orang yang datang kepadamu?" Istrinya menjawab, "Ya. Tadi ada orang tua dengan penampilan sangat baik datang kepada kita," dan istrinya memuji Ibrahim. "Dia bertanya kepadaku tentang kamu, maka aku terangkan lalu dia bertanya kepadaku tentang keadaan hidup kita, maka aku jawab bahwa aku dalam keadaan baik." Ismail bertanya, "Apakah orang itu memberi pesan kepadamu tentang sesuatu?" Istrinya menjawab, "Ya. Dia memerintahkan aku agar aku menyampaikan salam darinya kepadamu dan berpesan agar kamu mempertahankan palang pintu rumahmu." Ismail berkata, "Dialah ayahku dan palang pintu yang dimaksud adalah kamu. Dia memerintahkanku untuk mempertahankan kamu."
 

Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail Membangun Ka'bah


Kemudian Ibrahim meninggalkan mereka lagi untuk waktu tertentu sebagaimana dikehendaki Allah, lalu Ibrahim datang kembali setelah itu saat Ismail meruncingkan anak panahnya di bawah kemah dekat zamzam. Ketika dia melihatnya, dia segera menghampirinya dan berbuat sebagaimana layaknya seorang ayah terhadap anaknya dan seorang anak terhadap ayahnya.

Kemudian dia berkata, "Wahai Ismail, Allah memerintahkanku dengan suatu perintah." Ismail berkata, "Lakukanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu." Ibrahim berkata lagi, "Apakah kamu akan membantu aku?" Ismail berkata, "Ya, aku akan membantumu." Ibrahim berkata, "Allah memerintahkan aku agar membangun rumah di tempat ini."

Ibrahim menunjuk ke suatu tempat yang agak tinggi dibanding sekelilingnya. Di dekat tempat itulah keduanya meninggikan pondasi Baitullah, Ismail bekerja mengangkut batu-batu sedangkan Ibrahim yang menyusunnya (membangunnya) hingga ketika bangunan sudah tinggi, Ismail datang membawa batu itu lalu meletakkannya untuk Ibrahim agar bisa naik di atasnya sementara Ismail memberikan batu-batu.

Keduanya bekerja sambil mengucapkan kalimat doa, "Wahai Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami sesunggunya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui." Keduanya terus saja membangun hingga mengelilingi Baitullah dan keduanya terus membaca doa, "Wahai Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui." (QS. al-Baqarah: 127).

Setelah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail selesai membangun Ka'bah, maka keduanya berdoa, "Ya Tuhan Kami terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui–Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji Kami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkau Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang." (QS. al-Baqarah: 127-128)

Allah Subhaanahu wa Ta'ala memuji Nabi-Nya Ismail 'alaihissalam dan menyifatinya dengan sifat hilm (santun), sabar, menepati janji, menjaga shalat dan memerintahkan keluarganya menjaga shalat (QS. Maryam: 54-55).

Nabi Ismail menjadi rasul yang diutus kepada kabilah-kabilah yang tinggal di sekitar sumur Zamzam, kabilah Jurhum, 'Amaliq, dan penduduk Yaman. Allah memberikan wahyu kepadanya. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Dawud." (QS. an-Nisaa': 163)

Nabi Ismail adalah nenek moyang bangsa Arab dan ia adalah orang yang pertama memanah. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda,

ارْمُوا بَنِي إِسْمَاعِيلَ، فَإِنَّ أَبَاكُمْ كَانَ رَامِيًا

"Panahlah wahai keturunan Ismail, karena nenek moyangmu adalah seorang pemanah." (HR. Bukhari)


Selesai dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Maraaji' (Referensi):
  • Al-Qur'anul Karim
  • Mausu'ah al-Usrah al-Muslimah (dari situs www.islam.aljayyash.net)
  • Shahih Bukhari
  • Shahih Qashashil Anbiya' (Ibnu Katsir, takhrij Syaikh Salim al-Hilaaliy)
  • dll.



- sumber -
 http://kisahmuslim.com/kisah-nabi-ismail-alaihissalam-bagian-2/
Read more →

Kisah Nabi Ismail 'Alaihissalam (Bag. 1)

,
بسم الله الرحمن الرحيم




Oleh : Marwan bin Musa


Kelahiran Nabi Ismail  ‘Alaihissalam



Nabi Ibrahim 'alaihissalam ingin sekali memiliki keturunan yang shalih yang beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala dan membantu urusannya. Istrinya yang bernama Sarah pun mengetahui apa yang diharapkan suaminya sedangkan dirinya mandul, maka Sarah memberikan budaknya yang bernama Hajar kepada Ibrahim agar suaminya memiliki anak darinya.


Selanjutnya, Hajar pun hamil dan melahirkan Nabi Ismail yang akan menjadi seorang nabi. Setelah beberapa waktu dari kelahiran Ismail, Allah Subhaanahu wa Ta'ala memerintahkan Ibrahim pergi membawa Hajar dan Ismail ke Mekah, maka Nabi Ibrahim memenuhi perintah itu dan ia pun pergi membawa keduanya ke Mekah di dekat tempat yang nantinya akan dibangunkan Ka'bah.


Tidak lama setelah sampai di sana, Nabi Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail di tempat tersebut dan ingin kembali ke Syam. Ketika Hajar melihat Nabi Ibrahim pulang, maka Hajar segera mengejarnya dan memegang bajunya sambil berkata, "Wahai Ibrahim, kamu mau pergi kemana? Apakah kamu (tega) meninggalkan kami di lembah yang tidak ada seorang manusia dan tidak ada sesuatu apa pun ini?" Hajar terus saja mengulang-ulang pertanyaannya berkali-kali hingga akhirnya Ibrahim tidak menoleh lagi kepadanya. Akhirnya Hajar bertanya, "Apakah Allah yang memerintahkan kamu atas semua ini?" Ibrahim menjawab, "Ya." Hajar berkata, "Kalau begitu, Allah tidak akan menelantarkan kami."


Kemudian Hajar kembali dan Ibrahim melanjutkan perjalanannya hingga ketika sampai pada sebuah bukit dan mereka tidak melihatnya lagi, Ibrahim menghadap ke arah Ka'bah lalu berdoa untuk mereka dengan mengangkat kedua belah tangannya, dalam doanya ia berkata, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." (QS. Ibrahim: 37)


Kemudian Hajar mulai menyusui Ismail dan minum dari air persediaan. Hingga ketika air yang ada pada geriba habis, dia menjadi haus, begitu juga anaknya. Lalu dia memandang kepada Ismail sang bayi yang sedang meronta-ronta, kemudian Hajar pergi meninggalkan Ismail dan tidak kuat melihat keadaannya.

Maka dia mendatangi bukit Shafa sebagai gunung yang paling dekat keberadaannya dengannya. Dia berdiri di sana lalu menghadap ke arah lembah dengan harapan dapat melihat orang di sana namun dia tidak melihat seorang pun. Maka dia turun dari bukit Shafa dan ketika sampai di lembah, dia menyingsingkan ujung pakaiannya lalu berusaha keras layaknya seorang manusia yang berjuang keras, hingga ketika dia dapat melewati lembah dan sampai di bukit Marwah lalu berdiri di sana sambil melihat-lihat apakah ada orang di sana namun dia tidak melihat ada seorang pun. Dia melakukan hal itu sebanyak tujuh kali (antara bukit Shafa dan Marwah).


Saat dia berada di puncak Marwah, dia mendengar ada suara, lalu dia berkata dalam hatinya "diamlah" yang Hajar maksud adalah dirinya sendiri. Kemudian dia berusaha mendengarkannya maka dia dapat mendengar suara itu lagi, maka dia berkata, "Engkau telah memperdengarkan suaramu jika engkau bermaksud memberikan bantuan." Ternyata suara itu adalah suara malaikat Jibril 'alaihissalam yang berada di dekat zamzam, lantas Jibril mengais air dengan sayapnya hingga air keluar memancar. Akhirnya Hajar dapat minum air dan menyusui anaknya kembali. Kemudian malaikat Jibril berkata kepadanya, "Janganlah kamu takut ditelantarkan, karena di sini adalah rumah Allah, yang akan dibangun oleh anak ini dan ayahnya dan sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya."


Hajar terus melalui hidup seperti itu hingga kemudian lewat serombongan orang dari suku Jurhum atau keluarga Jurhum yang datang dari jalur bukit Kadaa' lalu singgah di bagian bawah Mekah kemudian mereka melihat ada seekor burung sedang terbang berputar-putar. Mereka berkata, "Burung ini pasti berputar karena mengelilingi air padahal kita mengetahui secara pasti bahwa di lembah ini tidak ada air." Akhirnya mereka mengutus satu atau dua orang yang larinya cepat dan ternyata mereka menemukan ada air. Mereka kembali dan mengabarkan keberadaan air lalu mereka mendatangi air. Saat itu Hajar sedang berada di dekat air. Maka mereka berkata kepada Hajar, "Apakah kamu mengizinkan kami untuk singgah bergabung denganmu di sini?" Ibu Ismail berkata, "Ya boleh, tapi kalian tidak berhak memiliki air." Mereka berkata, "Baiklah."


Ibu Ismail menjadi senang atas peristiwa ini karena ada orang-orang yang tinggal bersamanya. Akhirnya mereka pun tinggal di sana dan mengirim utusan kepada keluarga mereka untuk mengajak mereka tinggal bersama-sama di sana. Ketika itu, Nabi Ismail belajar bahasa Arab dari mereka (suku Jurhum), dan Hajar mendidik puteranya dengan pendidikan yang baik serta menanamkan akhlak mulia sampai Ismail agak dewasa dan sudah mampu berusaha bersama ayahnya; Nabi Ibrahim 'alaihissalam.


Selanjutnya, Nabi Ibrahim berkunjung menemui Hajar dan anaknya untuk menghilangkan rasa rindunya kepadanya. Maka pada suatu hari, saat Nabi Ibrahim telah bersama anaknya, ia (Ibrahim) bermimpi bahwa dirinya menyembelih puteranya, yaitu Ismail 'alaihissalam. Setelah ia bangun dari tidurnya, Ibrahim pun mengetahui bahwa mimpinya itu adalah perintah dari Allah Subhaanahu wa Ta'ala karena mimpi para nabi adalah hak (benar), maka Nabi Ibrahim mendatangi anaknya dan berbicara berdua bersamanya. Ibrahim berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" Ismail menjawab, "Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS. ash-Shaaffaat: 102)


Nabi Ibrahim membawa anaknya ke Mina, lalu ia taruh kain di atas muka anaknya agar ia (Ibrahim) tidak melihat muka anaknya yang dapat membuatnya terharu, sedangkan Nabi Ismail telah siap menerima keputusan Allah. Ketika Nabi Ibrahim telah membaringkan anaknya di atas pelipisnya dan keduanya telah menampakkan rasa pasrahnya kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala, maka Ibrahim mendengar seruan Allah Subhaanahu wa Ta'ala, "Wahai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata." (QS. ash-Shaafffat: 104-106)


Tidak lama setelah ada seruan itu, Nabi Ibrahim melihat malaikat Jibril dengan membawa kambing yang besar. Maka Nabi Ibrahim mengambilnya dan menyembelihnya sebagai ganti dari Ismail.


Dari sinilah asal permulaan sunah berkurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap hari raya Idul Adha di seluruh pelosok dunia.


Maraaji' (Referensi):

  • Al-Qur'anul Karim
  • Mausu'ah al-Usrah al-Muslimah (dari situs www.islam.aljayyash.net)
  • Shahih Bukhari
  • Shahih Qashashil Anbiya' (Ibnu Katsir, takhrij Syaikh Salim al-Hilaaliy)
  • dll.  




- sumber -
http://kisahmuslim.com/kisah-nabi-ismail-alaihissalam-bagian-1/
Read more →

Bersama Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Menjenguk Orang Sakit

,
بسم الله الرحمن الرحيم



Kunjungan kepada orang sakit termasuk salah satu hak seorang muslim dengan muslim lainnya. Hukumnya mustahab (dianjurkan). Supaya setiap individu tidak hanya berpikir urusan pribadinya saja, tetapi juga memiliki kepedulian kepada orang lain.

Untuk memotivasi umat supaya gemar melakukan kegiatan sosial ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


عَائِدُ الْمَرِيْضِ فِيْ مَخْرَفَةْ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجْعَ

"Orang yang menjenguk orang sakit akan berada di kebun-kebun surga sampai ia pulang." [HR. Muslim no. 2568]


Kunjungan kepada orang sakit tidak terbatasi oleh sekat agama. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menjenguk seorang anak Yahudi dan pamannya, Abu Thâlib yang masih musyrik.


Saat berkunjung, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memotivasi dan menanamkan optimisme pada si sakit. Bahwa penyakit yang diderita bukan sebuah mimpi buruk. Ada rahasia Ilahi di baliknya. Dengan demikian, si sakit akan merasa lebih tenang, tidak mengeluhkan takdir atau mencaci penyakit yang sedang dideritanya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menegur orang yang mencaci demam (alhumma) dengan sabdanya:


لَا تَسُبِّي الْحُمَّى

 

"Janganlah engkau cela demam itu…" [HR. Muslim no. 2575]

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut penyakit yang menimpa seorang muslim sebagai thahûr (pembersih dosa) atau kaffârah (pelebur dosa). Ucapan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika mengunjungi orang sakit:


لَا بَأْسَ طَهُورٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

 

"Tidak masalah, ia (penyakit ini) menjadi pembersih (dosa) insya Allah." [HR. al-Bukhâri no. 5656]

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam membesarkan hati Ummu 'Alâ, bibi Hizâm bin Hakîm al-Anshâri yang sedang sakit dengan berkata: "Bergembiralah, wahai Ummu 'Alâ. Sesungguhnya Allah akan menggugurkan dosa-dosa orang yang sakit dengan penyakitnya, sebagaimana api menghilangkan kotoran-kotoran dari biji besi." [Hadits hasan riwayat Abu Dawud, Shahîh at-Targhîb no. 3438]


Dalam melakukan kunjungan kepada si sakit, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam duduk berdekatan dengan arah kepala orang yang sakit. Atau meletakkan tangan di kening, wajah dan mengusap-usap dada dan perut si sakit. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menanyakan kondisinya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah menanyakan tentang apa yang diinginkan oleh orang sakit itu. Apabila menginginkan sesuatu yang tidak berbahaya, maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam meminta seseorang untuk membawakannya. Dan sembari menempelkan tangan kanannya di tubuh orang yang sakit, beliau Shallallahu 'alaihi wa salalm melantunkan doa (di antaranya):

 
أَسْأَلُ اللَّهَ الْعَظِيمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ أَنْ يَشْفِيَكَ

 

"Aku memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Penguasa Arsy yang agung untuk menyembuhkanmu." (Dibaca tujuh kali) [Lihat Shahîh Adabil-Mufrad no. 416]

Tidak ada ketentuan khusus mengenai hari maupun waktu untuk berkunjung. Kapan saja, seseorang dapat membesuk orang sakit. Akan tetapi, seyogyanya, pembesuk memilih waktu-waktu yang cocok untuk berkunjung, supaya tidak menjadi beban dan memberatkan orang yang sedang dikunjungi. Selain itu, kunjungan itu hendaklah singkat saja, kecuali jika dikehendaki oleh si sakit, atau jika memberikan maslahat baginya.


Inilah pemandangan yang begitu indah, ketika kaum mukminin menyatu bak satu tubuh. Kegembiraan seorang muslim akan membuat semua tersenyum. Dan kesedihan satu orang saja, sudah menyebabkan semua orang bermuram durja.


[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XI/1429H/2008M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]



- sumber -
 http://almanhaj.or.id/content/1488/slash/0/bersama-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam-menjenguk-orang-sakit/
Read more →

.: Share This :.