بسم الله الرحمن الرحيم
Basmallah,
Dibaca Keras atau Pelan ?
Dibaca Keras atau Pelan ?
(Soal-Jawab: Majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun X)
PERTANYAAN :
Mohon dibahas tentang lafazh “bismillahirrahmanirrahim” pada surat al-Fatihah dan surat lainnya. Dibaca keras ataukah pelan?
08132907xxxx
JAWABAN :
Para
ulama berselisih pendapat tentang basmallah pada awal surat-surat
di dalam al-Qur‘an, apakah termasuk al-Qur‘an dan termasuk surat
itu, ataukah tidak?
Yang
rajih (lebih kuat) –wallahu a’lam– bahwa basmallah pada awal semua
surat di dalam al-Qur‘an termasuk ayat al-Qur‘an, karena telah
ditetapkan dan ditulis di dalam mushhaf. Dan umat juga telah sepakat, bahwa
semua yang ditulis para sahabat di antara dua sampul mushhaf itu
adalah al-Qur‘an.
Dan
juga (pendapat yang rajih), bahwa basmallah di awal surat itu tidak
termasuk bagian dari surat tersebut, termasuk pada basmallah surat
al-Fatihah. Sehingga ayat pertama dalam surat al-Fatihah adalah
الْـحَمْدُ لِلَّهِ رِبِّ الْعَالَمِيْنَ sedangkan ayat keenam adalah
صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ, dan ayat ketujuh adalah غَيْرِ
الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَ لاَ الضَّآلِّيْنَ.
Para
ulama juga berselisih, apakah imam mengeraskan basmallah ketika
dalam shalat jahriyah? Dalam permasalahan ini terdapat dua
pendapat.
Pertama,
disunnahkan dibaca pelan. Ini merupakan pendapat Khulafaur
Rasyidin: Abu Bakar, Umar, ‘Utsman, Ali, dan sahabat Ibnu Mas’ud,
Ibnu Zubair, dan ‘Ammar radhiyallâhu 'anhum. Juga pendapat al-Auza’i,
Sufyan ats-Tsauri, Ibnul Mubarak, Hanabilah dan Ash-habur Ra’yi.
Ini adalah pendapat jumhur ulama.
Begitu pula dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullâh, beliau memilih pendapat ini.
Kedua, disunnahkan dibaca keras. Pendapat ini masyhur sebagai pendapat Imam Syafi’i.
Yang
rajih (kuat) adalah pendapat pertama, karena dalil-dalilnya shahih
dan tegas. Adapun pendapat kedua, sebagian dalilnya dha’if, sedangkan
yang shahih tidak sharih (tegas) menunjukkan pendapat tersebut.
Berikut ini di antara dalil pendapat pertama :
Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi Shallallâhu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan
Umar, (dan ‘Utsman), mereka semua membuka shalat dengan الْـحَمْدُ لِلَّهِ رِبِّ الْعَالَمِيْنَ.
(HR Bukhari, no. 743; Muslim, no. 399;
tambahan “dan Utsman” pada riwayat Tirmidzi, no. 246)
Umar, (dan ‘Utsman), mereka semua membuka shalat dengan الْـحَمْدُ لِلَّهِ رِبِّ الْعَالَمِيْنَ.
(HR Bukhari, no. 743; Muslim, no. 399;
tambahan “dan Utsman” pada riwayat Tirmidzi, no. 246)
Setelah meriwayatkan hadits ini, Imam Tirmidzi rahimahullâh mengatakan:
“Amalan
ini dilakukan oleh para sahabat nabi radhiyallâhu 'anhum, dan para
tabi’in setelah mereka. Mereka membuka bacaan dengan الْـحَمْدُ
لِلَّهِ رِبِّ الْعَالَمِيْنَ. Tetapi (Imam) Syafi’i berkata : ’Makna
hadits ini adalah, bahwa Nabi Shallallâhu 'alaihi wa sallam, Abu
Bakar, Umar, dan ‘Utsman, mereka semua membuka bacaan (shalat)
dengan membaca al-Fatihah sebelum surat. Dan maknanya, bukanlah
mereka tidak membaca . (Imam) Syafi’i berpendapat, (imam) memulai dengan dan mengeraskannya, jika dia mengeraskan bacaan’.”
(Sunan Tirmidzi, no. 246)
(Sunan Tirmidzi, no. 246)
Akan
tetapi, pendapat Imam Syafi’i rahimahullâh ini terbantahkan dengan
riwayat lain, yang menegaskan bahwa mereka itu benar-benar memulai
bacaan dengan hamdallah, dan tidak dengan basmallah. Yaitu
tambahan yang ada pada riwayat Imam Muslim :
Dan mereka tidak menyebutkan pada awal bacaan (al-Fatihah, red),
dan tidak pula pada akhir bacaan (al-Fatihah, yaitu awal surat setelahnya, red).
(HR Muslim, no. 399)
dan tidak pula pada akhir bacaan (al-Fatihah, yaitu awal surat setelahnya, red).
(HR Muslim, no. 399)
Juga pada riwayat yang lain, lebih tegas lagi disebutkan :
Dari Anas bin Malik, dia berkata:
“Aku shalat bersama Rasûlullâh Shallallâhu 'alaihi wa sallam,
dan bersama Abu Bakar, Umar, ‘Utsman.
Aku tidak mendengar seorangpun dari mereka membaca .”
(HR Muslim, no. 399)
“Aku shalat bersama Rasûlullâh Shallallâhu 'alaihi wa sallam,
dan bersama Abu Bakar, Umar, ‘Utsman.
Aku tidak mendengar seorangpun dari mereka membaca .”
(HR Muslim, no. 399)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullâh, setelah menjelaskan masalah ini
secara panjang lebar, dan memilih bahwa menurut Sunnah adalah
membaca basmallah dengan pelan, beliau rahimahullâh berkata:
“Bersamaan
dengan ini, maka yang benar (bacaan) yang tidak dikeraskan.
Terkadang disyari’atkan untuk dikeraskan, karena mashlahat yang
lebih kuat. Maka terkadang disyari’atkan bagi imam (mengeraskannya)
sebagai misal untuk pengajaran kepada makmum. Dan terkadang makmum
boleh mengeraskan dengan sedikit kalimat. Seseorang juga boleh
meninggalkan sesuatu yang lebih utama untuk merekatkan hati-hati
(manusia) dan menyatukan kalimat, karena takut menjauhnya (manusia)
dari hal yang baik”.
(Majmu’ Fatawa, 22/436)
(Majmu’ Fatawa, 22/436)
Perlu
juga kita pahami, adanya perselisihan dalam masalah ini tidak boleh
dibesar-besarkan, yang kemudian dapat menjadi sebab kebencian dan
perpecahan umat. Wallahu a’lam.
- sumber -
Majalah as-Sunnah Edisi 04/ Tahun X